BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan
informasi.
2. Komputer adalah alat pemroses data elektronik,
magnetik, optikal, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika,
aritmatika, dan penyimpanan.
3. Informasi elektronik adalah satu
atau sekumpulan data elektronik diantaranya meliputi teks, simbol,
gambar, tanda-tanda, isyarat, tulisan, suara, bunyi, dan bentuk-bentuk
lainnya yang telah diolah sehingga mempunyai arti.
4. Sistem
elektronik adalah sistem untuk mengumpulkan, mempersiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi
elektronik.
5. Tanda tangan elektronik adalah informasi elektronik
yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu
informasi elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk
menunjukkan identitas dan statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan
tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur kunci publik (tanda tangan
digital), biometrik, kriptografi simetrik.
6. Sertifikat elektronik
adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan
elektronik dan identitas yang menunjukan status subyek hukum para pihak
dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara
sertifikasi elektronik.
7. Penandatangan adalah subyek hukum yang terasosiasikan dengan tanda tangan elektronik.
8.
Lembaga sertifikasi keandalan (trustmark) adalah lembaga yang diberi
kewenangan untuk melakukan audit dan mengeluarkan sertifikat keandalan
atas pelaku usaha dan produk berkaitan dengan kegiatan perdagangan
elektronik.
9. Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan
hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan
dan mengaudit sertifikat elektronik.
10. Transaksi elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,
jaringan komputer, atau media elektronik lainnya.
11. Agen
Elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat
untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik
tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh seseorang.
12. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
13. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
14.
Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya.
15. Penerima adalah subyek hukum yang menerima suatu informasi elektronik dari pengirim.
16. Pengirim adalah subyek hukum yang mengirimkan informasi elektronik
17.
Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua atau lebih sistem
elektronik baik yang bersifat tertutup maupun yang bersifat terbuka.
18. Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
19.
Nama domain adalah alamat internet dari seseorang, perkumpulan,
organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi
melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat
unik, menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
20. Kode akses
adalah angka, huruf, simbol lainnya atau kombinasi diantaranya yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer, jaringan komputer,
internet, atau media elektronik lainnya
21. Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh Pemerintah dan atau swasta.
22. Orang adalah orang perorangan baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-undang
ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah
Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan
asas kepastian hukum, manfaat, hati-hati, itikad baik, dan netral
teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.
mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
c.
efektifitas dan efisiensi pelayanan publik dengan memanfaatkan secara
optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan kepastian
hukum;
d. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang
untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi
informasi secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan
teknologi informasi dunia;
BAB III
INFORMASI ELEKTRONIK
Pasal 5
(1)
Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik
merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah.
(2)
Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. pembuatan dan pelaksanaan surat wasiat;
b. pembuatan dan pelaksanaan surat-surat terjadinya perkawinan dan putusnya perkawinan;
c. surat-surat berharga yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
d. perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak;
e. dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hak kepemilikan; dan
f.
dokumen-dokumen lain yang menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengharuskan adanya pengesahan notaris atau pejabat yang
berwenang.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan hukum lain
selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, maka informasi elektronik
dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat
dijamin keutuhannya, dipertanggungjawabkan, diakses, dan ditampilkan,
sehingga menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap orang yang
menyatakan suatu hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
orang lain berdasarkan atas keberadaan suatu informasi elektronik harus
memastikan bahwa informasi elektronik yang ada padanya berasal dari
sistem elektronik terpercaya.
Pasal 8
(1) Kecuali
diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu informasi elektronik
ditentukan pada saat informasi elektronik telah dikirim dengan alamat
yang benar oleh pengirim ke suatu sistem elektronik yang ditunjuk atau
dipergunakan penerima dan telah memasuki sistem elektronik yang berada
di luar kendali pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu
penerimaan suatu informasi elektronik ditentukan pada saat informasi
elektronik memasuki sistem elektronik di bawah kendali penerima yang
berhak.
(3) Dalam hal penerima telah menunjuk suatu sistem elektronik
tertentu untuk menerima informasi elektronik, penerimaan terjadi pada
saat informasi elektronik memasuki sistem elektronik yang ditunjuk.
(4)
Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam
pengiriman ataupun penerimaan informasi elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika informasi elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada diluar kendali pengirim.
b. waktu penerimaan adalah ketika informasi elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada dibawah kendali penerima.
Pasal 9
Pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui media elektronik wajib menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat-syarat
kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1)
Pemerintah atau masyarakat dapat membentuk lembaga sertifikasi keandalan
yang fungsinya memberikan sertifikasi terhadap pelaku usaha dan produk
yang ditawarkannya secara elektronik.
(2) Ketentuan mengenai
pembentukan lembaga sertifikasi keandalan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan tanda tangan terkait hanya kepada penanda tangan saja;
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan;
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d.
Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan
tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya;
f.
Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda tangan elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 12
(1)
Setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya;
(2) Pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi :
a. sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
b. penandatangan harus waspada terhadap penggunaan tidak sah dari data pembuatan tanda tangan oleh orang lain;
c.
penandatangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik ataupun cara-cara
lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada
seseorang yang oleh penandatangan dianggap mempercayai tanda tangan
elektronik atau kepada pihak pendukung layanan tanda tangan elektronik
jika:
1. Penandatangan mengetahui bahwa data pembuatan tanda tangan telah dibobol; atau
2.
Keadaan yang diketahui oleh penandatangan dapat menimbulkan resiko yang
berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan tanda tangan;
d.
dalam hal sebuah sertifikat digunakan untuk mendukung tanda tangan
elektronik, memastikan kebenaran dan keutuhan dari semua informasi yang
disediakan penandatangan yang terkait dengan sertifikat.
(3) Setiap
orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum
yang timbul.
Pasal 13
(1) Setiap orang berhak menggunakan jasa
penyelenggara sertifikasi elektronik untuk tanda tangan elektronik yang
dibuat dalam bentuk tanda tangan digital.
(2) Penyelenggara
sertifikasi elektronik harus memastikan keterkaitan suatu tanda tangan
digital dengan pemilik tanda tangan digital yang bersangkutan.
(3) Penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan beroperasi di Indonesia.
Pasal 14
(1)
Penyelenggara sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 13
wajib menyediakan informasi yang sepatutnya kepada para pengguna
jasanya yang meliputi :
a. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penandatangan;
b. Hal-hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data pembuatan tanda tangan elektronik;
c. Hal-hal yang dapat menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal 15
(1)
Informasi dan transaksi elektronik diselenggarakan oleh penyelenggara
sistem elektronik secara andal, aman, dan beroperasi sebagaimana
mestinya.
(2) Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektronik yang diselenggarakannya.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam hal
dapat dibuktikan adanya pihak tertentu yang melakukan tindakan sehingga
sistem elektronik sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak beroperasi
sebagaimana mestinya.
Pasal 16
(1) Sepanjang tidak
ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap penyelenggara
sistem elektronik harus mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali
informasi elektronik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem
elektronik yang telah berlangsung;
b. dapat melindungi keotentikan,
integritas, kerahasiaan, ketersediaan, dan keteraksesan dari informasi
elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d.
dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
e. memiliki
mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk tersebut;
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan baik dalam lingkup publik maupun privat.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik
yang bersifat khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.
(3)
Apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi
elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas-asas
Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan
untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi elektronik.
(5) Apabila para pihak
tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata
Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak transaksi elektronik terjadi
pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan
disetujui penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran transaksi
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dengan
pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1)
Pengirim maupun penerima dapat melakukan sendiri transaksi elektronik,
atau melalui pihak yang dikuasakan olehnya atau melalui Agen Elektronik.
(2)
Kecuali diperjanjikan lain, pihak yang bertanggung jawab atas segala
akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. apabila dilakukan sendiri, menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. apabila dilakukan melalui pemberian kuasa, menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;
c. apabila dilakukan melalui Agen Elektronik, menjadi tanggung jawab Penyelenggara Agen Elektronik.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c tidak berlaku
jika dapat dibuktikan terdapat pihak tertentu yang melakukan tindakan
secara ilegal yang mengakibatkan Agen Elektronik dimaksud tidak
beroperasi sebagaimana mestinya.
Pasal 22
(1) Penyelenggara
Agen Elektronik tertentu wajib menyediakan fitur pada Agen Elektronik
yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggara agen elektronik tertentu sebagaimana
dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI (PRIVASI)
Pasal 23
(1) Setiap orang berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2)
Pemilikan dan penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip
persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain.
(3)
Setiap orang yang dirugikan karena penggunaan nama domain secara tanpa
hak oleh orang lain berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain
dimaksud.
(4) Pengelola nama domain dapat dibentuk baik oleh masyarakat maupun Pemerintah.
(5)
Pengelola nama domain yang berada diluar wilayah Indonesia dan nama
domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelola nama domain sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
Informasi
elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs
internet dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi
sebagai Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 25
Penggunaan setiap informasi melalui media
elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 26
Setiap
orang dilarang menyebarkan informasi elektronik yang memiliki muatan
pornografi dan atau pornoaksi melalui komputer atau sistem elektronik.
Pasal 27
Setiap orang dilarang:
(1)
Menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
(2)
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi milik pemerintah yang karena statusnya harus
dirahasiakan atau dilindungi.
(3) menggunakan dan atau mengakses
komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk
memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi pertahanan
nasional atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan
atau bahaya terhadap Negara dan atau hubungan dengan subyek Hukum
Internasional.
Pasal 28
Setiap orang dilarang melakukan
tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari program,
informasi, kode atau perintah, komputer dan atau sistem elektronik yang
dilindungi Negara menjadi rusak.
Pasal 29
Setiap orang
dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem
elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam
maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer dan atau
sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.
Pasal 30
Setiap orang dilarang:
(1) menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik pemerintah yang dilindungi secara tanpa hak;
(2)
menggunakan dan atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya,
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang
mengakibatkan komputer dan atau sistem elektronik tersebut menjadi
rusak.
(3) menggunakan dan atau mengakses tanpa hak atau melampaui
wewenangnya, komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh
masyarakat, yang mengakibatkan komputer dan atau sistem elektronik
tersebut menjadi rusak.
(4) mempengaruhi atau mengakibatkan terganggunya komputer dan atau sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah.
Pasal 31
Setiap orang dilarang:
(1)
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik
secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan
atau memperoleh informasi keuangan dari Bank Sentral, lembaga perbankan
atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau
yang mengandung data laporan nasabahnya.
(2) Menggunakan dan atau
mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik
orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh
keuntungan
Pasal 32
Setiap orang dilarang menggunakan dan
atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik Bank Sentral, lembaga
perbankan dan atau lembaga keuangan yang dilindungi secara tanpa hak
atau melampaui wewenangnya, untuk disalah gunakan, dan atau untuk
mendapatkan keuntungan daripadanya.
Pasal 33
Setiap orang dilarang:
(1)
menyebarkan, memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses
(password) atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat
digunakan menerobos komputer dan atau sistem elektronik dengan tujuan
menyalahgunakan yang akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik Bank
Sentral, lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan, serta perniagaan
di dalam dan luar negeri.
(2) Menyebarkan, memperdagangkan, dan atau
memanfaatkan kode akses (password) atau informasi yang serupa dengan hal
tersebut, yang dapat digunakan menerobos komputer dan atau sistem
elektronik dengan tujuan menyalahgunakan komputer dan atau sistem
elektronik yang digunakan atau dilindungi oleh pemerintah.
Pasal 34
Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional
dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang
dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 35
Masyarakat
dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang
menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat.
Pasal 36
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui lembaga penyelesaian
sengketa alternatif atau arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH
Pasal 37
(1)
Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis
gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi
elektronik yang mengganggu ketertiban umum sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
(3A) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
Penjelasan
: data elektronik strategis yang wajib dilindungi antara lain : data
perbankan, data perpajakan, data pertanahan dan data kependudukan.
(3B)
Instansi atau Institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3A) wajib
membuat dokumen elektronik dan backup elektroniknya serta
menghubungkannya ke Pusat Data tertentu untuk kepentingan pengamanan
data tersebut.
(3C) Instansi atau institusi lain selain diatur pasal
(3A) membuat dokumen elektronik dan backup elektroniknya sesuai dengan
keperluan perlindungan data yang dimilikinya
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai peran pemerintah dan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan (3) diatur dengan Peraturan Presiden
PERAN MASYARAKAT
Pasal 38.
(1)
Masyarakat berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi
melalui penggunaan dan penyelenggaraan informasi elektronik serta
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan undang-undang ini
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
.
BAB X
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN
DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 39
Penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dilakukan berdasarkan
ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam undang-undang
ini.
Pasal 40
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang informasi
dan transaksi elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang informasi dan
transaksi elektronik.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang teknologi informasi;
b.
memanggil orang untuk didengar dan atau diperiksa sebagai tersangka
atau saksi sehubungan dengan tindak pidana di bidang teknologi
informasi;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
e.
melakukan pemeriksaan alat dan atau sarana yang berkaitan dengan
kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana di bidang teknologi informasi;
f. melakukan
penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai
tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
g.
melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana
kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan secara menyimpang
dari ketentuan yang berlaku;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi;
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
(3)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memberitahukan penyidikan yang sedang dilaporkannya dan melaporkan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pasal 41
Alat bukti pemeriksaan dalam undang-undang ini meliputi:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa Dokumen Elektronik dan Informasi Elektronik.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
(1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-. (satu milyar rupiah).
(2)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.,- (satu milyar rupiah).
Pasal 43
Setiap
orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1), Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000.,- (seratus juta rupiah).
Pasal 44
(1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Pasal 45
Setiap
orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(3), Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 30
ayat (3), Pasal 30 ayat (4), Pasal 33 ayat (2), atau Pasal 34, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan atau denda
paling banyak Rp.2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
Pasal 46
Setiap
orang yang melanggar Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling banyak
Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
Pasal 47
Setiap
orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, atau Pasal 33 ayat (1), pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau
denda paling banyak Rp.2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
Pada
saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan
dan kelembagaan-kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan
teknologi informasi yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-undang ini.